Jumat (13/4), di Perpustakaan FT UGM diselenggarakan diskusi tentang beasiswa LPDP. Menghadirkan reviewer LPDP yang juga dosen di DTETI UGM, Ir. Lukito Edi Nugroho, Ph.D.
Dalam rekruitmen beasiswa, khususnya LPDP terkadang ditemukan seorang yang pintar namun tidak lolos. Ada juga sebaliknya, tidak begitu pintar namun lolos. Hal ini disebabkan karena faktor “pintar” secara akademik hanya salah satu saja dari parameter kelulusan memperoleh beasiswa. Apalagi, jumlah beasiswa yang disediakan lebih sedikit dari jumlah yang melamar/membutuhkan.
Untuk “memenangkan” pertarungan mendapat beasiswa, maka seorang pelamar harus meyakinkan pemberi beasiswa bahwa dirinya layak. Meyakinkan pemberi beasiswa ini, dilakukan dengan beberapa cara. Pertama pelamar harus menyesuaikan cara pandangan dan dirinya dengan cara pandang (visi/misi) pemberi beasiswa. Misalnya, jika di LPDP ada nilai-nilai yang dituntut, maka berilah hal tersebut: integritas, nasionalisme, kontribusi, dan lainnya.
Berikutnya, pelamar harus memenangkan perhatian, dengan cara membuat perbedaan di antara pelamar lain menjadi menonjol. Perbedaan tersebut dapat berupa aspek akademik, non akademik, kepemimpinan, survival, organisasi, sosial, bakat, cara pandang pada sesuatu hal. Pak Lukito bercerita tentang seorang pejuang LPDP dari Kupang yang rela menempuh perjalanan 3 hari 2 malam ke lokasi wawancara. Secara kasat mata, hal tersebut menunjukkan survival si pelamar.
Secara umum, keunikan dan “ketahanan diri” muncul dari orang yang hidup dalam keterbatasan. Namun, orang yang hidup pada kondisi normal, sesungguhnya juga memiliki keunikan masing-masing. Keunikan tersebut harus digali, dan disiapkan sejak lama. Hal yang unik tersebut disajikan pada pewawancara apa adanya, genuine.