Berikut ini beberapa point diskusi tentang Green Building yang diselenggarakan oleh BEM KMFT UGM dan LPKTA, dengan pemateri Sentagi Sesotya Utami, S.T., M.Sc., Ph.D. pada hari Jum’at 7 April 2017 di Perpustakaan FT UGM. Uraian ditulis oleh Diaz Brian/BEM FT UGM.
1. Penjelasan SGB
- Bangunan hijau (Green Building) mengacu pada struktur dan menggunakan proses yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien di seluruh siklus hidup bangunan: dari penentuan tapak sampai desain, konstruksi, operasi, pemeliharaan, renovasi pembongkaran
- Tujuannya, efektifitas penggunaan energi, air, dan mengurangi emisi karbon
- cara :
- Efisien menggunakan energi, air, dan sumber daya lainnya. Dirancang dengan biaya lebih sedikit untuk mengoperasikan dan memiliki kinerja energi yang sangat baik.
- Melindungi kesehatan penghuni dan meningkatkan produktivitas karyawan
- Mengurangi sampah, polusi dan degradasi lingkungan
- Bangunan alami, yang biasanya pada skala yang lebih kecil dan cenderung untuk fokus pada penggunaan bahan-bahan alami yang tersedia secara lokal.
- Bangunan hijau tidak secara khusus menangani masalah perkuatan rumah yang ada..
- Mengurangi dampak lingkungan : Praktek green building bertujuan untuk mengurangi dampak lingkungan dari bangunan.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 02/PRT/M/2015 tentang Bangunan Gedung Hijau. Peraturan menteri ini secara konsisten berupaya mewujudkan bangunan gedung berkelanjutan sesuai dengan Undang-Undang No 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Regulasi khusus yang mengatur program green building yaitu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2010 Tentang Kriteria dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan. Peraturan ini mempertegas peraturan pemerintah tentang bangunan gedung yang telah dikeluarkan sebelumnya yaitu PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksanaan Undang-undang No. 28 Tahun 2002.
Di Indonesia terdapat lembaga KONSIL BANGUNAN HIJAU INDONESIA atau GREEN BUILDING COUNCIL INDONESIA (GBC Indonesia) adalah lembaga mandiri (non government) yang berkomitmen penuh terhadap pendidikan masyarakat dalam mengaplikasikan praktik-praktik terbaik lingkungan dan memfasilitasi transformasi industri bangunan global yang berkelanjutan. Dalam mencapai tujuannya, GBC Indonesia bekerjasama dengan para pelaku di sektor bangunan gedung, yang meliputi para profesional di bidang jasa konstruksi, kalangan industri sektor bangunan dan properti, pemerintah melalui sektor BUMN, institusi pendidikan & penelitian, asosiasi profesi, dan masyarakat peduli lingkungan.
GBCI (Green Building Council Indonesia) yang berada dibawah lembaga sertifikasi nasional yang telah memiliki standar Greenship sebagai lembaga independen yang telah berdiri sejak tahun 2009 dan telah diregistrasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia sebagai lembaga penyedia jasa sertifikasi bangunan ramah lingkungan pada tanggal 21 Juli 2011 dengan nomor Registrasi Kompetensi: 001/LPJ/BRL/KLH. GBC Indonesia memiliki 4 kegiatan utama, yaitu : Transformasi pasar, Pelatihan, Sertifikasi Bangunan Hijau berdasarkan perangkat penilaian khas Indonesia yang disebut GREENSHIP, serta program kerjasama
dengan stakeholder mereka.
Aspek yang menjadi penilaian Green Building oleh GBCI (Gren Bulding Council Indonesia )
- Tepat Guna Lahan (Apropiate Site Development / ASD)
- Efisiensi dan Konservasi Energi (Enrgy Efficiency & Conservation /EEC)
- Konservasi Air (Water Conservation / WAC)
- Sumber dan Siklus Material (Material Resource and Cycle /MRC)
- Kualitas Udara dan Kenyamanan Ruang (Indoor Air Health and Comfort / IHC)
- Manajemen Lingkungan Bangunan (Building and Environment Management / BEM)
2. Kelebihan SGB
- Pencahayaan lebih baik (meminimalkan jumlah lampu dan memilih lampu berdaya rendah namun terang, misal LED)
- Biaya operasional lebih rendah
- Bangunan lebih tahan lama
- Efisiensi dalam penggunaan energi, air dan sumber daya lain
- Perlindungan kesehatan penghuni dan meningkatkan produktifitas pekerja
- Mereduksi limbah / buangan padat, cair dan gas, mengurangi polusi / pencemaran padat, cair dan gas serta mereduksi kerusakan lingkungan.
- Menggunakan Bahan material ramah Lingkungan
- Kualitas Udara dan Kenyamanan Ruang terjaga.
- Menciptakan dan memperluas pasar bagi produk dan jasa hijau
- Meningkatkan produktivitas penghuni
- Mengoptimalkan kinerja daur hidup ekonomi
- Meningkatkan kualitas estetika
- Mereduksi masalah dengan infrastruktur local
- memberikan keuntungaan bagi peningkatan citra dan persepsi masyarakat yang ada yang pada akhirnya menjadikan nilai market/investasi lebih dibandingkan dengan gedung konvensional (Green Building Council Indonesia, 2011).
3. Kekurangan SGB
- Investasi biaya lebih tinggi
- Adanya Pemilik Bangunan Yang hanya ingin mendapatkan Sertifikat Green Building namun pada kenyataannya Bangunan itu tidak berjalan sesuai semestinya
- Masyarakat Belum Siap Dengan Teknologi Modern
- Menjadi ajang persaingan para Investor untuk unjuk diri
- Ketersediaan materialMaterial yang ramah lingkungan biasanya diproduksi di kota – kota besar, dan mungkin di area lain, material ini jarang ditemui. Beberapa material hanya tersedia melalui pemesanan di internet dan jumlahnya terbatas serta lokasi produksinya cukup jauh. Maka, Anda perlu menyiapkan biaya lebih untuk membawa dan material tersebut ke lokasi pendirian bangunan.
- Lokasi yang pasMencari lokasi yang benar – benar pas dengan prinsip green building tentu bukan perkara mudah, mengingat keterbatasan lahan terutama di kota besar. Selain itu, lokasi yang sesuai prinsip green building kadang memiliki harga tanah yang selangit.Jika kita telah menentukan lokasi yang pas untuk pembangunan, kadang kita masih harus dihadapkan pada aturan bahwa teknik konstruksi tertentu tidak boleh diaplikasikan di lokasi tersebut. Misalnya, untuk area yang lembab, konstruksi bangunan straw bale construction tidak dianjurkan untuk diterapkan.
- Keterbatasan waktu
- Prinsip green building mengharuskan pengembang atau kontraktor menggunakan material daur ulang. Namun, karena keterbatasan waktu dan deadline proyek, hal ini kadang gagal diwujudkan karena mencari material daur ulang akan membutuhkan waktu tambahan, akibatnya proses pembangunan pun akan molor dari jadwal.