Resume Workshop Sains dan Teknologi FOST HMP UGM (20 September 2016)
Pembicara: Wiratni, ST., MT., Ph.D.
Salah satu faktor mengapa produktivitas sampah di Indonesia cukup besar dibandingkan dengan negara yang jumlah pendudukya sama ialah budaya mudahnya masyarakat membuang sampah sebagai akibat dari tidak adanya regulasi khusus yang mengatur hal tersebut. Sebagai pembanding ialah beberapa negara maju di USA, dimana telah terdapat langkah-langkah regulasi tentang sampah mencangkup:
-
Pengambilan sampah yang telah terpilah-pilah secara sistematis.
-
Kewajiban pembayaran apabila memproduksi sampah.
-
Bebas pembayaran pada sampah yang dapat di-recycle.
Akibatnya, hampir 50% limbah organik di negara-negara maju USA dapat direduksi. Disisi lain, “paksaan” tersebut secara tidak langsung mulai menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah. Kedepannya, proses pengolahan sampah yang dicanangkan pemerintah Indonesia memiliki 2 poin penting, yaitu:
-
Langkah pengurangan sampah di TPA melalui komersialisasi produk turunan sampah agar dapat memancing minat masyarakat.
-
Langkah 3R (Reduce, Reuse dan Recycle) sampah secara berkala dengan skema:
-
Tahun 1-3 sebesar 25%; Tahun 4-7 sebesar: 35%; Tahun 8-15 sebesar: 50%
Case Study:
Wilayah kerja TPST Piyungan ialah kabupaten Sleman, kabupaten Bantul, dan Kodya Yogyakrta. Jumlah sampah yang masuk ke TPST Piyungan dari tiga kabupaten tersebut tiap harinya ialah 400 ton. nilai tersebut sudah jauh diatas jumlah standarnya yaitu 200 ton/hari. Berdasarkan data peningkatan jumlah sampah dan kalkulasi umur ideal TPA, untuk menanggulangi sampah Provinsi D.I.Yogyakarta 15 tahun kedepan diperlukan sejumlah 60 TPA standar berkapasitas 200ton/hari apabila perilaku warga masyarakat masih tetap seperti saat ini.
Simulasis pengelolaan sampah TPST Piyungan yang feasible untuk saat ini:
Input: 400 ton / hari, yang terdiri dari:
-
Fraksi anorganik (40%): 160 ton, berupa plastik, kertas, logam, kaca
-
Fraksi organik (60%): 240 ton berupa sisa makanan, buah-buahan dan sayuran, daun
-
80% kandungan berupa air
-
20% kandungan berupa padatan organik kering
Metode yang paling mudah digunakan untuk sortasi sampah sebelum memasuki tahap konversi ialah metode beda densitas. Mixed waste dilewatkan magnetism separator untuk memisahkan logam, kemudian dicacah, kemudian dicampur dengan air sehingga sampah-sampah organik (Wet Organic) akan tenggelam dan sampah anorganik akan mengapung (Refuse Derived Fuel).
Alat alat bersuhu tinggi yang membutuhkan konsumsi bahan bakar padat dapat langsung menggunakan RDF ini, sebagai contoh Rotary Kiln di industri semen, reaktor gasifikasi, dan reaktor pirolisis. Sedangkan WO dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos atau bahan baku biogas dengan residu berupa pupuk organik. (Cholila Tamzysi)