Sebagai suatu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang berfokus pada kajian multidisipliner mengenai energi, Dewan Energi Mahasiswa terus melakukan kajian mengenai perkembangan energi di Indonesia. Dewan Energi Mahasiwa (DEM) dibentuk sejak 2012, dan setiap minggunya selalu rutin melakukan kajian dan diskusi mengenai perkembangan energy di Indonesia dan dunia. Anggota dari organisasi ini berasal dari berbagai fakultas dan memiliki ketertarikan dengan dunia energi. Setelah sebelumnya mengadakan kajian dengan tema “Trend and Political Economics of Energy” dengan pembicara dari internal DEM yaitu, Alexander Michael Tjahjadi, Ilmu Ekonomi 2014, maka kajian selanjutnya dilakukan pada Jumat, 7 April 2017 di Ruang Diskusi Lantai 2 Perpus Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada dengan tema “Pembentukan Fossil Fuel dan Operasi Migas (Onshore dan Offshore)” yang dibawakan oleh Riko Susetia Yuda, Teknik Geologi 2013 selaku ketua DEM UGM sendiri.
Diskusi diawali dengan pengenalan umum mengenai gambaran tektonik Indonesia yang terbentuk akibat pertemuan antara tiga lempeng yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia dan lempeng Samudera Pasifik. Peristiwa tektonik tersebut ternyata membuat Indonesia dianugerahi oleh sumberdaya yang luar biasa kaya baik sumberdaya mineral maupun sumberdaya energi itu sendiri, khususnya minyak dan gas bumi. Menurut data Kementerian ESDM (2015), terdapat 60 cekungan hidrokarbon yang ada di negara kita, namun 22 di antaranya belum dieksplorasi sama sekali dan mayoritas terletak di Indonesia Bagian Timur. Total cadangan nasional (terbukti dan potensial) untuk minyak adalah sebesar 7.31 miliar barel, sedangkan untuk gas alam sebesar 151,33 trillion cubic feet (TCF). Dalam kegiatan eksplorasi hidrokabon tersebut, perlulah diketahui konsep dasar pembentukan hidrokarbon. Konsep ini biasa disebut sistem petroleum yang terdiri dari batuan induk (source rock), reservoar, batuan penyekat (seal/cap rock), perangkap, proses generasi, proses migrasi dan akumulasi. Siklus eksplorasi hidrokarbon pada suatu cekungan diawalai dengan survei geologi lapangan dan survei magnetik gravity. Kemudian dilanjutkan dengan survei seismik, identifikasi prospek, pemboran, studi reservoar, dan barulah proses produksi.
Operasi pemboran migas di Indonesia dilakukan di darat (onshore) maupun lepas pantai (offshore). Secara umum, proses pemboran di kedua lokasi tersebut hampir sama, yang membedakan adalah tantangan dan biaya operasi yang dikeluarkan. Pemboran di lepas pantai umumnya umumnya memakan biaya sekitar USD 50-70 juta lebih mahal dibandingkan di darat yang sekitar USD 10-30 juta. Operasi pemboran migas diawali dengan pembentukan sumur bor dangkal kemudian dipasang beberapa kali pipa konduktor agar tidak runtuh, lalu lubang diperdalam hingga ke target reservoar dan dipasang casing serta disemen. Ketika proses matabor membuat lubang, diikuti oleh sirkulasi lumpur pemboran untuk mengangkat serpihan batuan (cutting) yang berguna untuk analisis keberadaan hidrokarbon. Tahapan selanjutnya adalah logging untuk mengetahui formasi penyusun batuan di bawah permukaan. Setelah proses logging selesai, dilanjutkan dengan proses perforasi pada target reservoar untuk mengetahui laju aliran hidrokarbon. Proses perforasi ini merupakan cikal bakal ke tahapan produksi ekonomis. Proses produksi migas di Indonesia umumnya menggunakan pipa angguk (sucker rod pump) dan electrical submersible pump (ESP). Walaupun, masih ada tambang minyak milik warga yang berada di Bojonegoro dan Cepu yang menggunakan alat-alat tradisional untuk operasinya.
Indonesia juga kaya akan migas non-konvensional yang terdiri dari shale hydrocarbon dan gas metana batubara (coal bed methane/CBM). Berdasarkan data EIA (2015), potensi shale hydrocarbon di Indonesia sangat besar yaitu mencapai 349,7 TCF untuk gas dan 242,3 miliar barel untuk jenis minyak. Adapun untuk gas metana batubara menurut Kementerian ESDM (2015) memiliki potensi sebesar 453 TCF.
Kesimpulan dari diskusi ini adalah bahwa Indonesia masih memiliki sumberdaya migas melimpah yang belum dieksplorasi. Dibutuhkan banyak sumberdaya manusia yang unggul dan teknologi yang mutakhir dan tentunya dukungan investasi yang besar pula untuk dapat mengeksplorasi lebih banyak lagi. Hal ini bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan nasional yang semakin lama semakin membengkak, mengingat produksi minyak nasional hanya sebesar 830 ribu barel per hari (bph) dengan konsumsi sebesar 1,5 juta bph dan akan cenderung meningkat tiap tahun.
Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai perkembangan energi di Indonesia dan memacu semangat mahasiswa untuk dapat memberikan alternatif solusi dari permasalahan energi yang terjadi sebagai upaya mendukung energi dalam negeri (DEM UGM) . {Riko Susetia Yuda}